Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

SUMBER HUKUM PENGANGKUTAN

Sumber Hukum Pengangkutan A.      Pengertian Sumber Hukum Sumber hukum adalah segala atau apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.  Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukakannya aturan-aturan hukum. Sumber hukum dapat dilihat dari 2 segi, yaitu segi materiil dan formil. B.  Klasifikasi pengangkutan: P engangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda atau jenisnya ( modes of transportation)  yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifikasi transportasi sebagai berikut: 1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi: a.         Angkutan penumpang ( passanger); b.        Angkutan barang ( goods); c.         Angkutan pos ( ma

Para Pihak dalam Pengangkutan

Pengangkutan merupakan kegiatan transportasi dalam memindahkan barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lain atau dapat dikatakan sebagai kegiatan ekspedisi. H.N.Purwosutjipto berpendapat bahwa: “Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan” Sebagai suatu kegiatan jasa dalam memindahkan barang atau pun penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, pengangkutan berperan sekali dalam mewujudkan terciptanya pola distribusi nasional yang dinamis.  Praktik penyelenggaraan suatu pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya dalam dunia perdagangan. Serta dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat

HAK DAN TANGGUNG JAWAB ORGAN-ORGAN PERSEROAN SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

HAK DAN TANGGUNG JAWAB ORGAN-ORGAN PERSEROAN SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh: Suleman Batubara SH., MH 1. Hak-Hak Pemegang Saham Dalam Perseroan Dalam struktur perseroan, pemegang saham menempati posisi paling tinggi, tetapi kedudukan itu tidak serta merta diikuti dengan kemampuan untuk melakukan pengendalian, seperti yang disebutkan oleh Lynn A. Stout bahwa: Shareholders are often described as the “owners” of corporations.Since at least the days of Adolph Berle and Gardiner Means, however, corporate scholars have understood that in public corporations, shareholder “ownership” does not mean shareholder control. To the contrary, in the typical large public firm with dispersed stock ownership, control over the corporation's assets and outputs rests in theory and in practice rest not with stockholders, but with the company's board of directors. Oleh karena itu, pemegang saham “menggantungkan” kepentingannya pada Direksi dalam hu

Asas Piercing The Corporate Veil dalam Hukum Korporasi

Asas Piercing The Corporate Veil dalam Hukum Korporasi Penyingkapan tabir perusahaan atau dalam bahasa inggris disebut piercing the corporate veil. Merupakan suatu teori yang digunakan untuk menembus prinsip tanggung jawab terbatas yang ada pada perusahaan. Dengan berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995, teori tersebut secara sah diakui dalam ranah Hukum Indonesia yang diarahkan kepada pihak pemegang saham, direksi, bahkan dalam hal yang sangat khusus juga terhadap dewan komisaris dari suatu perseroan terbatas. Hanya saja, tentunya untuk bisa menerapkan teori piercing the corporate veil ini, perlu kearifan, kehati-hatian dan pemikiran dalam suatu cakrawala hukum dengan visi yang perspektif dan responsif pada keadilan. Istilah piercing the corporate veil kadang-kadang disebut juga dengan istilah “lifting the corporate veil” atau “going behind the corporate veil”. Secara harafiah, istilah “piercing the corporate veil” berarti mengoyak tirai perusahaan. Sedangkan d