Para Pihak dalam Pengangkutan

Pengangkutan merupakan kegiatan transportasi dalam memindahkan barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lain atau dapat dikatakan sebagai kegiatan ekspedisi. H.N.Purwosutjipto berpendapat bahwa: “Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan” Sebagai suatu kegiatan jasa dalam memindahkan barang atau pun penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, pengangkutan berperan sekali dalam mewujudkan terciptanya pola distribusi nasional yang dinamis. 

Praktik penyelenggaraan suatu pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya dalam dunia perdagangan. Serta dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat. 

Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Proses pemindahan barang tersebut dilakukan melalui darat, laut, udara dan perairan darat atau sungai dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi sesuai dengan kebutuhannya. Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. 

Menurut Wihoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan terutama mengenai pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya 3 unsur yaitu: 
1.pihak pengirim barang, 
2.pihak penerima barang, 
3.barangnya itu sendiri. 


Menurut H.M.N Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.sedangkan Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan. 

Menurut Abdul kadir Muhammad, subjek hukum pengangkutan adalah “pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan”. Mereka itu adalah pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, agen perjalanan, pengusaha muat bongkar, dan pengusaha pergudangan. Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan.

I. Pengangkut

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan. 

II. Pengirim 

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur secara rinci definisi dari pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa Inggris, pengirim disebut consigner dan khusus pada pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper


III. Penumpang 

Penumpang adalah pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan. 
Dalam perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua (2) status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak-anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Berdasarkan kebiasaan, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu sudah mendapat restu dari pihak orang tua tau walinya. Berdasarkan kebiasaan itu juga pihak pegangkut sudah memaklumi hal tersebut. Jadi yang bertanggung jawab adalah orang tua atau wali yang mewakili anak-anak itu. Hal ini bukan menyimpangi undang-undang, bahkan sesuai dengan undang-undang dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 

IV. Penerima

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. 

Adapun kriteria penerima menurut perjanjian, yaitu :
a. perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang; 
b.membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan. 
c.dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan; 

V. Agen Perjalanan 

Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusahaan pengangkutan penumpang. Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum, kapal, atau pesawat udara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan kriteria agen perjalanan menurut undang-undang, yaitu : 
1.pihak dalam perjanjian keagenan perjalanan; 
2.bertindak untuk dan atas nama pengangkut; 
3.menerima provisi (imbalan jasa) dari pengangkut; dan 
4.menjamin penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat. 

 VI. Ekspeditur 

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. 
Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. 

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu: 
1.perusahaan pengantara pencari pengangkut barang; 
2.bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan 
3.menerima provisi dari pengirim. 

 VII. Pengusaha Muat Bongkar

Guna mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan ke suatu pelabuhan, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan yang penting. Di samping itu keselamatan dan keamanan barang yang dibongkar muat dari dan ke pelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat tersebut. 

Menurut Pasal 1 butir 16 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 pengusaha muat bongkar adalah ”kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dan/atau hewan dari dan ke kapal”. Perusahaan ini memiliki tenaga ahli yang pandai menempatkan barang di dalam ruang kapal yang terbatas itu sesuai dengan sifat barang, ventilasi yang diperlukan, dan tidak mudah bergerak/bergeser. Demikian juga ketika membongkar barang dari kapal diperlukan keahlian sehingga barang yang dapat dibongkar dengan mudah, efisien, dan tidak menimbulkan kerusakan. 

Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 untuk memperoleh izin usaha bongkar muat, wajib memenuhi persyaratan : 
1.memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi; 2.memiliki tenaga ahli yang sesuai; 
3.memiliki akte pendirian perusahaan; 
4.memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan 
5.memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 

 VIII. Pengusaha Pergudangan 

Di dalam Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, pengusaha pergudangan adalah ”perusahaan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai”. 

sumber : diolah dari berbagai sumber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Definisi Transportasi Menurut Para Ahli

ASAS dan PERJANJIAN DALAM PENGANGKUTAN

Bacaan Sholat Lengkap Beserta Artinya Menurut 4 Imam Mazhab