Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing
Penyelesaian Sengketa Penanaman
Modal Asing Melalui ICSID
(International Center for the
Settlement of Investment Disputes)
A.
PENDAHULUAN
ICSID
(International Center for the Settlement of Investment Disputes) adalah badan
yang dilahirkan bank dunia. Konvensi yang mendirikan badan ini adalah Konvensi
ICSID (Convention on the Settlement of Investment Dispute between States and
Nationals of Other States), atau kadang-kadang disebut Konvensi Washington DC
18 Maret 1965. Badan Arbitrase ICSID atau The Centre berkedudukan di Washington
D.C., dan berafiliasi dengan bank dunia. Konvensi mulai berlaku pada 14 Oktober
1996. Sebulan setelah 20 negara meratifikasinya. ICSID kerap dipersepsikan
secara salah oleh banyak pihak, termasuk mereka yang berlatar belakang hukum,
seolah lembaga ini merupakan lembaga arbitrase pada umumnya seperti Badan
Arbitrase Nasional Indonesia, American Arbitration Association atau Singapore
International Arbitration Center.
ICSID
tidak menyelesaikan sengketa antar subyek hukum perdata. ICSID menyelesaikan
sengketa antar pemerintah sebagai subyek publik dan para investor sebagai
subyek hukum perdata. Kedudukan pemerintah sebagai subyek hukum publik karena
pemerintah yang mengeluarkan berbagai izin terkait dengan investasi.
Ada
2 tujuan utama dibentuknya konvensi ini yaitu: pertama, menjembatani jurang
atau kekosongan upaya hukum di dalam menyelesaikan kasus-kasus penanaman modal
yakni dengan memberikan suatu mekanisme khusus berupa fasilitas arbitrase dan
konsiliasi. Kedua, mendorong dan melindungi arus modal dari negara maju kepada
negara ketiga (developing countries). Tujuan pertama konvensi ini merefleksi
dari peranan the Centre (selanjutnya disebut ICSID). Wewenang badan arbitrase
khusus dan terbatas pada penanaman modal saja yang salah satu pihaknya adalah negara
penerima penanaman modal (host state).
Manakala
suatu sengketa muncul, ICSID akan membentuk suatu panel arbitrase atau
konsiliasi untuk menanganinya. Selanjutnya, peranan ICSID hanyalah mengawasi
jalannya persidangan dan memberikan aturan-aturan hukum acaranya.Berikut hasil
penelitian dari George R. Delaume tentang ICSID yang menyimpulkan bahwa :
Pertama,
tidak seperti lembaga-lembaga arbitrase komersial lainnya, ICSID seperti telah
diuraikan dimuka, merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk oleh
Konvensi Washington yang berlaku pada tanggal 14 Oktober 1966;
Kedua,
ICSID adalah suatu organisasi yang terkait (associated) dengan bank dunia.
Keterkaitan ini membawa dua akibat penting. Seperti bank dunia, tujuan utama
badan ICSID adalah untuk meningkatkan iklim saling percaya dan menguntungkan
antara negara dengan investor untuk meningkatkan arus sumber kekayaan kepada
negara sedang berkembang berdasarkan syarat-syarat resonable. Oleh karena itu
ICSID tidak dapat dipandang semata-mata sebagai suatu mekanisme penyelesaian
sengketa, namun juga meningkatkan perkembangan ekonomi negara sedang
berkembang. Akibat lain dari adanya keterkaitan antar ICSID dan bank dunia
yaitu bahwa karena bank dunia mensubsidi ICSID, maka biaya arbitrase menjadi relatif
lebih murah;
Ketiga,
persidangan arbitrase ICSID dapat dilaksanakan dalam konteks hukum
internasional yang ditetapkan dalam Konvensi ICSID dan the Regulations and
Rules yang dibuat guna pelaksanaannya. Tidak seperti arbitrase komersial, ICSID
merupakan suatu perangkat/mekanisme penyelesaian sengketa yang berdiri sendiri,
terlepas dari sistem-sistem hukum nasional suatu negara tertentu.
Keempat,
Dalam konteks ICSID, peranan utama pengadilan nasional adalah menguatkan dan
meningkatkan pengakuan atas eksekusi putusan-putusan arbitrase ICSID. Jika
salah satu pihak bersikap apatis dan tidak mau ambil bagian dalam
persidangannya mengeluarkan putusannya.
Kelima,
arbitrase ICSID dimaksudkan untuk menjaga atau memelihara keseimbangan antara
kepentingan investor dengan negara penerima modal (host state).
B.
KEANGGOTAAN DAN STRUKTUR ICSID
Negara-negara
yang bisa menjadi anggota Konvensi ICSID adalah setiap anggota Bank Dunia.
Namun, negara-negara bukan anggota bank dunia dapat menjadi anggota Konvensi
asal negara tersebut adalah anggota dari Statuta Mahkamah Internasional.
Badan
ICSID sendiri tidak melaksanakan persidangan-persidangan arbitrase atau
konsiliasi. Sifat badan ini sama halnya seperti suatu sekretariat. Ia mengelola
dan memberikan fasilitas kepada para pihak yang hendak menyelesaikan sengketa
penanaman modalnya melalui arbitrase atau konsiliasi. Dalam hal ini lembaga
yang dimaksud adalah lembaga arbitrase dan konsiliasi ICSID.
ICSID
dikelola oleh suatu administrative Council (dewan administratif). Setiap negara
peserta konvensi memiliki wakil dengan ketua ex officio, yaitu Presiden Bank
Dunia. Badan Utama dalam struktur organisasi ICSID adalah Secretary General
(Sekjen). Ia berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera).
Wewenang
dari Administrative Council (dewan administratif) diantaranya adalah :
a. Mengesahkan peraturan administrasi
dan keuangan pada Centre;
b. Mengesahkan aturan-aturan prosedur
untuk pelaksanaan proses konsiliasi dan arbitrasi;
c. Mengesahkan aturan-aturan prosedur
untuk pelaksanaan proses konsiliasi dan arbitrasi (disini selanjutnya disebut
sebaga Aturan-aturan Konsiliasi dan Aturan-aturan Arbitrase);
d. Menyetujui kerjasama dengan Bank
untuk penggunaan fasilitas-fasilitas dan jasa-jasa administrative Bank;
e. Menentukan persyaratan-persyaratan
pelayanan Sekretaris Jenderal dan setiap Deputi Sekretaris Jenderal;
f.
Mengadopsi anggaran tahunan dari penerimaan dan pengeluaran dari Centre;
g.
Menyetujui laporan tahunan mengenai pengoperasian Centre.
Keputusan-keputusan
yang dimaksud dalam sub-ayat (a), (b), (c) dan (f) di atas harus disahkan oleh
mayoritas dua pertiga dari anggota Dewan Administratif.
Sekretariat
harus terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal, satu atau lebih Wakil
Sekretaris Jenderal dan staf. Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal
harus dipilih oleh Dewan Administratif dengan mayoritas dua pertiga dari para
anggota atas pencalonan dari Ketua untuk masa jabatan tidak melebihi enam tahun
dan harus memenuhi syarat untuk dipilih kembali. Sekretaris Jenderal harus
menjadi perwakilan hukum dan pejabat utama dari Centre dan harus
bertanggungjawab untuk pengadministrasiannya, termasuk penunjukan staf, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini dan aturan-aturan yang disahkan oleh
Dewan Administratif. Dia harus melaksanakan fungsi kepaniteraan dan harus
memiliki kekuasaan untuk pengotentikasian putusan-putusan arbitrase yang
diberikan berdasarkan Konvensi ini, dan mengesahkan salinan-salinan darinya.
ICSID
menyimpan daftar nama untuk dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau
konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi dapat menunjuk 4 orang arbitor atau
konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel tersebut. Mereka dapat warga
negaranya atau orang asing. Ketua Dewan administratif dapat menunjuk 10 orang
pada masing-masing panel.
C.
KONVENSI ICSID
Konvensi
mengandung 10 bab yang terbagi ke dalam 67 pasal. Bab 1 bagian 1 mengatur
tentang berbagai aspek tentang arbitrase, yakni mulai dari pembentukan sampai
organisasi arbitrase. Bab II mengatur tentang jurisdiksi centre, Bab III
mengatur tentang Konsiliasi. Tentang arbitrase sendiri, yaitu tentang
permohonan, konstitusi, wewenang dan fungsi arbitrase serta putusan, pengakuan
putusan arbitrase diatur dalam Bab V. Tentang penggantian dan
pendiskualifikasian arbitrator (dan konsiliator), biaya persidangan, tempat
persidangan masing-masing diatur dalam bab V sampai dengan bab VII.
Sengketa-sengketa para pihak, perubahan Konvensi serta ketentuan-ketentuan
akhir diatur dalam Bab-bab terakhir, VIII, IX, dan X.
Republik
Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID dengan UU no. 5 tahun 1968 (LN No.32
tahun 1968) yakni Undang-undang tentang persetujuan atas Konvensi tentang
penyelesaian perselisihan antara negara dengan warga negara asing mengenai
penanaman modal. Undang-undang ini singkat saja hanya terdiri dari 5 pasal
saja.
Disebutkan
bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia
dan warga negara asing diputuskan menurut Konvensi ICSID dan Pemerintah
mewakili Republik Indonesia dalam perselisihan tersebut untuk hak substitusi.
(Pasal 2).
Pasal
utama penting lainnya adalah tentang pelaksanaan keputusan badan arbitrase
ICSID. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa untuk melaksanakan putusan Mahkamah
Arbitrase ICSID di wilayah Indonesia, maka diperlukan pernyataan Mahkamah Agung
untuk melaksanakannya, terdapat PERMA No. 1 Tahun 1990 tanggal 1 Maret 1990
tentang tatacara pelaksanaan putusan arbitrase asing.
D.
YURISDIKSI ICSID
Mengenai
yurisdiksi ICSID mengenai sengketa penanaman modal asing ini diatur dalam Pasal
25 Konvensi tersebut, menurut pasal ini, sedikitnya ada tiga persyaratan pokok
yang harus dipenuhi oleh para pihak untuk dapat menggunakan sarana arbitrase
ini, yaitu :
1.
Harus ada kesepakatan
Para
pihak sebelumnya harus mencapai kata sepakat untuk menyerahkan sengketanya
kepada arbitrase ICSID. Konvensi mensyaratkan adanya sepakat yang tertulis yang
menunjuk pemakaian ICSID.
Penunjukan
badan arbitrase ini tercantum dalam klausula perjanjian penanaman modal yang
menetapkan penyerahan suatu sengketa yang kelak mungkin timbul dari perjanjian
tersebut. Menurut Pasal 25 ayat (1) Konvensi ICSID, kata sepakat untuk
menyerahkan sengketa kepada arbitrase ICSID tidak perlu “dinyatakan” di dalam
dokumen tersendiri. Negara penerima modal melalui peraturan
perundang-undangannya dapat menawarkan agar sengketa yang timbul antara
investor dan negara penerima modal diserahkan kepada arbitrase ICSID.
2.
Yurisdiksi Rationae Materiae
Yurisdiksi
arbitrase ICSID terbatas pada sengketa hukum (legal disputes) akibat adanya
penanaman modal saja. Sengketa ini adalah antara warga negara suatu negara dan
negara peserta konvensi ICSID. Jadi disini harus ada suatu hubungan
internasional, dalam arti kata “luar negeri” khususnya menyangkut perbedaan
kewarganegaraan antara warga negara penggugat dan negara yang menggugat.
3.
Yurisdiksi Rationae Personae
Dewan
arbitrase ICSID hanya memiliki kewenangan mengadili sengketa antara negara dan
warga negara asing lainnya yang negaranya adalah juga anggota atau peserta
Konvensi ICSID.
E.
HUKUM YANG DIPERGUNAKAN DEWAN ARBITRASE ICSID
Pasal
42 ayat (1) Konvensi ICSID menyatakan bahwa dalam penyelesaian perkara yang
diserahkan kepada ICSID, hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan perkara
yang bersangkutan pertama-tama adalah hukum yang disepakati oleh para pihak
yang berselisih (pilihan hukum).
Sehubungan
dengan pilihan hukum ini, timbul persoalan, hukum manasajakah yang dapat
dipilih oleh para pihak? Mengenai hal ini ada beberapa kemungkinan. Umumnya
para pihak dapat memakai salah satu hukum nasional para pihak atau bahkan hukum
nasional negara ketiga.
Dengan
demikian, mereka dapat melokalisasi atau menginternasionalisasi hubungan hukum
mereka. Hal ini dilakukan dengan menunjuk kepada misalnya prinsip-prinsip umum
hukum (general principles of laws) atau prinsip-prinsip hukum yang berlaku pada
kelompok sistem hukum tertentu (principles of law common to a group of legal
system) atau pada prinsip-prinsip hukum internasional (principles of
international law).
Ada
pula yang mengemukakan bahwa para pihak bebas menentukan bahwa hanya perjanjian
mereka sajalah yang akan menentukan hubungan hukum mereka itu. Ini merupakan
satu-satunya hukum yang berlaku. Jadi, tidak perlu lagi menunjuk pada satu
sistem hukum tertentu.
Sudargo
Gautama, lebih cenderung pada pendapat yang mengedepankan bahwa pilihan hukum
yang dilakukan hanya pada hukum dari sistem hukum negara tertentu, bukan kepada
prinsip-prinsip hukum yang agak kurang jelas dan dimaksudkan untuk
menginternasionalisasi permasalahan tersebut. Kemudian, ia menambahkan lagi
bahwa tidak pada tempatnya sekarang ini dalam rangka pilihan hukum memilih
prinsip-prinsip hukum internasional.
Kemudian
Pasal 42 ayat (1) Konvensi tersebut di atas disebutkan juga bahwa apabila
pilihan hukum yang demikian tidak ada, maka hukum yang digunakan adalah hukum
nasional (termasuk kaidah-kaidah HPI) negara peserta konvensi ICSID, dan hukum
internasional. Hukum negara peserta disini tentunya adalah host state (negara
penerima modal). Hukum nasional disini bukan hanya sachnorment yang dipakai,
sistem hukum negara yang bersangkutan secara keseluruhan. Jadi, termasuk juga
kollisionnorment-nya. Penunjukan kepada hukum negara peserta itu bukan
merupakan suatu sachnormen-verweisung, tetapi adalah suatu gesamtverweisung.
Adapun
terhadap penggunaan hukum internasional ada beberapa kemungkinan, yaitu ;
1.
Apabila para pihak menyetujuinya;
2.
Apabila hukum negara peserta konvensi ini yang merupakan pihak dalam
perselisihan tersebut menghendaki supaya hukum internasional yang dipakai;
3.
Apabila pokok persoalan yang disengketakan itu secara langsung diatur oleh
hukum internasional, atau
4.
Apabila hukum negara peserta konvensi yang ikut serta dalam perselisihan
tersebut ternyata telah melanggar ketentuan hukum internasional. Disamping itu,
berdasarkan Pasal 42 (3) Konvensi ICSID itu arbiter dapat menjatuhkan putusan
atas dasar ex aquo et bono, apabila para pihak menghendaki demikian.
F.
PENGATURAN DEWAN ARBITRASE ICSID DALAM WORLD BANK CONVENTION
1.
Kedudukan Centre (ICSID)
Menurut
ketentuan pasal 2, tempat kedudukan Centre di tempat “kantor pusat” Bank
Pembangunan Dunia (at the principal office of the international Bank for
Reconstruction and Development). Namun demikian, kalimat selanjutnya pasal 2
memungkinkan dipindahkannya kedudukan centre ke tempat lain atas putusan Dewan
Administrasi (administrative council). Putusan yang demikian, diambil dengan
suara mayoritas, yaitu dua pertiga dari anggota dewan.
2.
Organisasi Centre ICSID memiliki susunan organisasi, yang terdiri dari:
a.
Dewan Administrasif (Administrative Council)
Menurut
pasal 4 ayat (1) Konvensi, keanggotan Dewan Administrasif terdiri dari
setiap
anggota Konvensi. Setiap negara anggota masing-masing diwakili oleh seorang
anggota. Menurut pasal 3 Konvensi, “Presiden” Bank Dunia secara ex officio
menjadi ketua dewan administrasif.
b.
Sekretariat
Badan
sekretariat menurut pasal 9 Konvensi, terdiri dari:
seorang
pejabat sekretaris jenderal (secretary general) dan dibantu oleh seorang atau
lebih deputi sekretaris jenderal (deputy secretary general) serta beberapa
orang staf.
c.
Panel
Menurut
pasal 12 Konvensi, Panel adalah orang yang ditunjuk sebagai “pendamai” atau
conciliator atau sebagai “wasit” atau arbitrator (arbiter). Setiap negara
peserta konvensi boleh mencalonkan 4 orang untuk setiap panel. Sedang Ketua
Dewan (Chairman of the Administrative Council) dapat mencalonkan sepuluh orang
untuk setiap panel. Dalam hal yang seperti itu, orang yang dicalonkan adalah
orang yang berasal dari negara yang berbeda.
3.
Status, Immunitas dan Privilese
Berdasarkan
ketentuan pasal 18 Konvensi, ICSID mempunyai legalitas personal internasional
yang penuh. Guna melancarkan fungsinya, Centre leluasa bergerak pada setiap
wilayah negara peserta konvensi. Keleluasaan tersebut dibarengi dengan hak
“immunitas” serta hak “previlege”.
4.
Yurisdiksi Centre
Pada
prinsipnya, kewenangan yurisdiksi Centre secara legal hanya meliputi “sengketa”
yang langsung timbul dari penanaman modal (investment) antara negara-negara
peserta Konvensi. Prinsip ini dapat diperluas jangkauannya, asalkan sengketa
yang terjadi masih merupakan perselisihan yang timbul secara langsung dari
permasalahan investasi antara satu negara dengan orang asing atau negara asing.
5.
Tata Cara Pengajuan Permohonan
Menurut
ketentuan pasal 28 Konvensi, pengajuan permohonan disampaikan:
•
Kepada sekretaris Jenderal Dewan Administratif Centre,
•
permohonan diajukan secara tertulis
•
Permohonan memuat penjelasan tentang: pokok-pokok perselisihan, identitas para
pihak dan mengenai adanya persetujuan mereka untuk mengajukan perselisihan yang
timbul menurut ketentuan Centre.
6.
Pembentukan Tribunal
Menurut
pasal 37 ayat 2 Konvensi, pembentukan Mahkamah Arbitrase yang dilakukan Centre
boleh hanya terdiri dari seorang arbiter (arbitrator) saja, tetapi boleh juga
arbiternya terdiri dari beberapa orang yang jumlahnya ganjil ( any unneven
number of arbitrator). Mayoritas anggota arbitrase harus ditunjuk dari luar
negara peserta konvensi yang sedang berselisih. Hal itu ditegaskan dalam pasal
39 konvensi.
7.
Kewenangan dan fungsi Tribunal
•
Memutus sengketa menurut hukum (Pasal 42 konvensi),
•
Memanggil dan melakukan pemeriksaan setempat (Pasal 43 konvensi), dan
•
Putusan provisi atau putusan pendahuluan (Pasal 47 konvensi).
8.
Putusan Arbitrase Centre
Menurut
pasal 48 konvensi, tata cara pengambilan keputusan adalah
•
putusan diambil berdasar suara mayoritas anggota arbiter,
•
putusan arbiter yang sah adalah dituangkan dalam putusan secara tertulis dan
ditandatangani oleh anggota arbiter yang menyetujui putusan,
•
putusan memuat segala segi permasalahan serta alasan-alasan yang menyangkut
dengan dasar pertimbangan putusan,
•
setiap anggota arbiter dibenarkan mencantumkan pendapat pribadi (individual
opinion) dalam putusan,
•
Centre tidak boleh mempublikasikan putusan, tanpa persetujuan para pihak,
selanjutnya,
sekretaris jenderal harus segera mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.
9.
Pengakuan dan Eksekusi Putusan
Bertitik
tolak dari Pasal 53 dan 54, dapat dijelaskan hal-hal berikut ini.
•
Pengakuan putusan
Makna
pengakuan putusan arbitrase Centre, mempersamakan daya kekuatan mengikatnya
seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang
dijatuhkan oleh badan peradilan di negara yang bersangkutan.
•
Eksekusi putusan
Putusan
arbitrase Centre bersifat self executing. Pasal 54 ayat 3 Konvensi menegaskan
bahwa pelaksanaan putusan arbitrase Centre, sama halnya dengan tata cara
eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
G.
PERBANDINGAN UU NO. 30 TAHUN 1999 DENGAN INTERNATIONAL CENTER FOR DISPUTE
SETTLEMENT
Arbitrase
dapat diartikan sebagai suatu proses yang sederhana yang dipilih para pihak
untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau sengketa dengan suatu keputusan
final. Persyaratan perwasitan dalam rangka penanaman modal asing paling banyak
dicantumkan adalah penyelesaian perwasitan menurut konvensi Bank Dunia (World
Bank) yang lebih dikenal dengan “International Center for The Settlement of
Dispute” (ICSID). Dengan adanya lembaga ICSID ini, membuka kemungkinan bagi
penanaman modal asing yang menanamkan modalnya di Indonesia bilamana mereka
menganggap telah diperlakukan kurang wajar oleh pihak pemerintah Indonesia
dapat mengajukan gugatan atau klaim sengketa tentang penanaman modal asing yang
merupakan sengketa hukum (legal dispute) kepada dewan arbitrase ICSID yang
berkedudukan di Washington DC yang akan diselenggarakan menurut “The convention
of the settlement of investment dispute between states and national of other states”.
Secara
umum prosedur yang berlaku di ICSID tidak jauh berbeda dengan prosedur
arbitrase pada umumnya dan khususnya dengan pranata hukum arbitrase di
Indonesia yaitu UU No. 30 Tahun 1999 contohnya :
1.
Apabila para pihak tidak setuju mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan
yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, maka Pengadilan Negeri menunjuk
arbiter atau majelis arbitrase (article 37 point B ICSID Convention; pasal 13
ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999)
2.
Arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan tambahan
secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh arbiter (article 43 point A ICSID Convention; pasal
46 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999)
3.
Eksekusi Putusan
Terdapat
kesamaan prinsip antara UU No. 30 Tahun 1999 dengan ICSID Convention mengenai
pelaksanaan putusan. Article 54 ayat (3) ICSID Convention berbicara tentang
pelaksanaan putusan akan diatur oleh Undang-undang tentang pelaksanaan eksekusi
yang berlaku di negara di wilayah yang tempat eksekusi tersebut berada. Hal ini
sejalah dengan Pasal 66 butir e berisi dimana putusan arbitrase internasional
yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah
Agung RI yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun
terdapat juga hal-hal yang pengaturannya berbeda dari ketentuan arbitrase pada
umumnya yang terdapat dalam konvensi ICSID ini yaitu :
1.
Mekanisme Pembatalan Putusan
Tidak
seperti lazimnya arbitrase, putusan ICSID tidak dibatalkan melalui pengadilan,
tetapi dengan mengajukan permohonan ke Sekretaris Jenderal ICSID. Article 52
ICSID Convention memaparkan alasan-alasan pembatalan sebagai berikut:
a.
That the Tribunal was not properly constituted
b.
That the Tribunal has manifesty exceeded its powers
c.
That there was corruption on the part of a member of the Tribunal
d.
That there has been a serious departure from a fundamental rule of procedure
e.
That the award has failed to state the reasons on which it is based
2.
Dalam article 53 ICSID Convention termaktub bahwa putusan arbitrase mengikat
para pihak dan tidak dapat dilakukan banding atau perbaikan lainnya, kecuali
sebagaimana diatur dalam article 52 ayat (1) ICSID Convention. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan kehadiran konvensi, bagaimanapun pengadilan nasional
negara anggota konvensi tidak dapat meninjau ulang putusan ICSID karena yang
dapat dilakukan adalah permohonan pembatalan, interpretasi, dan revisi terhadap
putusan tersebut;
3.
Terhadap putusan arbitrase ICSID, apabila suatu negara tidak mau mengakui dan
melaksanakan putusan arbitrase berdasarkan ketentuan konvensi, justru dianggap
telah melakukan pelanggaran terhadap article 53 ayat (1) ICSID Convention ini.
Terhadap pelanggaran ini, investor dapat mengajukan 2 (dua) gugatan kepada
negara tuan rumah yaitu :
•
Mengajukan gugatan sebagaimana dikenal dalam hukum nasional negara tuan rumah
(host state) pada tingkatan diplomatik
•
Menyampaikan sengketa tentang putusan arbitrase yang tidak dapat dilaksanakan
kepada Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yang memiliki
yurisdiksi yang berhubungan dengan sengketa mengenai penafsiran dan penerapan
konvensi.
H.
CONTOH-CONTOH KASUS SENGKETA PENANAMAN MODAL INTERNASIONAL YANG DISELESAIKAN
MELALUI ICSID
Amco
Asia Corporation and others v. Republic of Indonesia (ICSID Case No. ARB/81/1).
Hal
yang menarik dalam kasus ini adalah proses beracara melalui arbitrase yang
menurut teori dapat dilalui dengan cepat dan hasilnya memuaskan kedua belah
pihak, namun dalam praktik seperti pada contoh kasus ini menghabiskan waktu
sekitar 9 tahun lamanya.
Pihak
Penggugat dalam kasus ini adalah AMCO yang membentuk konsorsium dan terdiri
atas: (1). Amco Asia Corporation, (2). Pan American Development, (3). PT. Amco
Indonesia.
Dengan
pihak Tergugat : Pemerintah Republik Indonesia diwakili oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).
Kasus
sengketanya adalah tentang Pencabutan izin investasi yang telah diberikan oleh
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap AMCO untuk pengelolaan Hotel
Kartika Plaza, yang semula diberikan untuk jangka waktu 30 tahun. Namun BKPM
mencabut izin investasi tersebut ketika baru memasuki tahun ke-9.
Badan
hukum tersebut diatas, telah mengajukan permintaan kepada Mahkamah Arbitrase
ICSID bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini diwakili oleh badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah merugikan dan memperlakukan secara
tidak wajar sehubungan dengan pelaksanaan penanaman modal asing di Indonesia.
Pemerintah Indonesia c.q BKPM telah melakukan pencabutan lisensi penanaman
modal asing secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Tuntutan
diajukan kepada lembaga arbitrase ICSID yang bertempat di Washington DC,
Amerika Serikat oleh para investor yang membentuk konsorsium pada tanggal 15
Januari 1981.
Kasus
sengketa antara Pemerintah Indonesia dalam perkara Hotel Kartika Plaza
Indonesia telah diputus dalam tingkat pertama oleh lembaga ICSID yang
putusannya berisikan bahwa Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melakukan
pelanggaran baik terhadap ketentuan hukum internasional maupun hukum Indonesia
sendiri, dimana Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) telah melakukan pencabutan lisensi penanaman modal asing
yang dilakukan oleh para investor asing seperti AMCO Asia Corporation, Pan
America Development dan PT. Amco Indonesia.
Dalam
tingkat pertama ini, tim arbitrase yang dipimpin oleh Prof. Berthold Goldman
dalam memberikan keputusannya terlalu menitikberatkan pada ketentuan hukum
internasional dan juga lebih mengutamakan perasaan keadilan dan kepatutan (ex
aquo et bono). Disini pemerintah Indonesia dikalahkan.
Atas
putusan tersebut Pemerintah Republik Indonesia mengajukan keberatan atas dasar:
1.
Terhadap permasalahan tersebut hukum indonesia tidak menunjukkan kekosongan
hukum. Jadi, semestinya digunakan hukum Indonesia; dan
2.
Para pihak sendiri tidak pernah menyetujui sebelumnya bahwa putusan bisa
didasarkan pada prinsip keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono).
Dalam
tingkat kedua yang merupakan putusan panitia adhoc ICSID sebagai akibat dari
permohonan Pemerintah Indonesia untuk membatalkan putusan (annulment) tingkat
pertama yang berisikan bahwa Pemerintah Indonesia dianggap benar serta sesuai
dengan hukum Indonesia untuk melakukan pencabutan lisensi atau izin penanaman
modal asing dan tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian atas putusan
tingkat pertama, namun Pemerintah Indonesia tetap diwajibkan untuk membayar
biaya kompensasi ganti kerugian atas perbuatannya main hakim sendiri (illegal
selfhelp) terhadap penanaman modal asing.
Dalam
putusan tingkat kedua ini, majelis arbitrase yang dipimpin oleh Prof. Seidl
Hohenveldren membatalkan putusan tingkat pertama tersebut. Ternyata yang
menjadi dasar pembatalan tersebut adalah hukum Indonesia. Putusan ini
menggambarkan bahwa majelis arbitrase tidak dibenarkan menjatuhkan putusan atas
dasar keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono), bila para pihak tidak bersepakat
terlebih dahulu.
Putusan
tingkat ketiga oleh ICSID pada pokoknya berisikan bahwa Indonesia tetap
dikenakan kewajiban pembayaran terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat
pencabutan lisensi atau izin penanaman modal asing kepada pihak investor yaitu
sebesar US $ 3.200.000 pada tingkat pertama.
H.
KESIMPULAN
ICSID
merupakan forum penyelesaian sengketa internasional terkait dengan investasi,
keanggotaan ICSID terdiri dari para anggota Bank Dunia. Tujuan utama ICSID
adalah menjembatani jurang atau kekosongan upaya hukum di dalam menyelesaikan
kasus-kasus penanaman modal yakni dengan memberikan suatu mekanisme khusus
berupa fasilitas arbitrase dan konsiliasi serta mendorong dan melindungi arus
modal dari negara maju kepada negara ketiga (developing countries).
Keberadaan
ICSID saat ini merupakan forum penyelesaian sengketa internasional dalam hal
penanaman modal yang paling utama, hal ini harus dibarengi dengan kekuatan
ICSID dalam hal mem\berikan putusan yang bersifat mengikat dan final.
sumber : diolah dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar