Prinsip-prinsip Dasar (Agunan atau Jaminan)
Prinsip-prinsip Dasar (Agunan
atau Jaminan)
Istilah
jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid"
atau "cautie", yang secara umum artinya merupakan cara-cara kreditur
menjamin dipenuhinya tagihannya,
Dalam
peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan
Pasal 1132 KUHPerdata, dan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
Selain
istilah jaminan, dikenal juga istilah atau kata-kata agunan. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, tidak membedakan pengertian jaminan maupun agunan, yang
sama-sama memiliki arti yaitu "tanggungan". Namun dalam Undang-Undang
No. 14 Tahun 1967 dan UU No. 10 Tahun 1998, membedakan pengertian dua istilah
tersebut. Dimana dalam UU No. 14 Tahun 1967 lebih cenderung menggunakan istilah
"jaminan" dari pada agunan.
Pada
dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam
praktek perbankan istilah di bedakan, yaitu :
Istilah
jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan
atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya.
Sedangkan
istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk
melunasi utang nasabah debitur.
Pengertian
jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28
februari 1991, yaitu: "suatu keyakinan kreditur.bank atas kesanggupan
debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".
Sedangkan
pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu:
"jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".
Dalam
Penjelasan Pasal 8 UU yang Diubah, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan
pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau
garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan
kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga
atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan
kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.
Menurut
Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, dinyatakan "Agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah".
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut Pasal 1 angka 23 UU
No. 10 Tahun 1998), yaitu:
1.
merupakan jaminan tambahan.
2.
diserahkan oleh nasabah debitur kepada
bank/kreditur.
3.
untuk mendapatkan fasilitas
kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah.
Kegunaan dari jaminan, yaitu:
1.
memberikan hak dan kekuasaan kepada
bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan
cidera janji.
2.
menjamin agar debitur berperan serta
dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk
meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.
3.
memberikan dorongan kepada debitur
untuk memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap
bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan:
1.
secara mudah dapat membantu
diperolehnya kredit itu, oleh pihak yang memerlukannya.
2.
tidak melemahkan potensi/kekuatan si
pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.
3.
memberikan informasi kepada debitur,
bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk
melunasi utang si penerima (nasabah debitur).
Manfaat benda jaminan bagi
kreditur:
1.
terwujudnya keamanan yang terdapat
dalam transaksi dagang yang ditutup.
2.
memberikan kepastian hukum bagi
kreditur.
Sedangkan
manfaat benda jaminan bagi debitur, adalah: untuk memperoleh fasilitas kredit
dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya.
Penggolongan Jaminan berdasarkan
Sifatnya, yaitu:
1.
Jaminan yang bersifat Umum.
merupakan
jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua
harta benda milik debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata,
yaitu" segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di masa
mendatang, menjadi tanggungan untuk semua perikatan perorangan".
2.
Jaminan yang bersifat Khusus.
merupakan
jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau penyerahan atas suatu
benda/barang tertentu secara khusus, sebagai jaminan untuk melunasi
utang/kewajiban debitur, baik secara kebendaan maupun perorangan, yang hanya
berlaku bagi kreditur tertentu saja.
3.
Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.
jaminan
yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda
tersebut. Penggolongan jaminan berdasarkan/bersifat kebendaan dilembagakan
dalam bentuk: hipotik (Pasal 1162 KUHPerdata), Hak Tanggungan, gadai (pand),
dan fidusia.
sedangkan
jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa borgtogh (personal guarantee)
yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perorangan, dan jaminan
perusahaan, yang pemberi jaminannya adalah suatu badan usaha yang berbadan
hukum.
Penggolongan jaminan berdasarkan
Objek/Bendanya:
1.
Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak.
dikatakan
benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan dapat di pindahkan atau dalam
UU dinyatakan sebagai benda bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda
bergerak. Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda bergerak
yang berwujud, pengikatanya dengan gadai (pand), dan fidusia, dan benda
bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai (pand), cessie
dan account revecieble.
2.
Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak.
merupakan
jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan tidak dapat di
pindah-pindahkan, sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata. Pengikatan terhadap
jaminan dalam bentuk benda bergerak berupa hak tanggungan (hipotik).
Penggolongan
jaminan berdasarkan Terjadinya:
1.
Jaminan yang lahir karena Undang-undang.
merupakan
jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh undang-undang, tanpa adanya perjanjian
dari para pihak, sebagaimana yangdiatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, seperti
jaminan umum, hak privelege dan hak retensi.
2.
Jaminan yang lahir karena Perjanjian.
merupakan
jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara para pihak sebelumnya,
seperti gadai (pand), fidusia, hipotik, dan hak tanggungan
sumber : dikutip dari berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar